Jika ada seratus pejuang kebenaran, Aku salah satunya, Jika ada sepuluh pejuang kebenaran, Aku salah satunya, Jika hanya ada satu pejuang kebenaran, Aku pastikan akulah orangnya

Minggu, 08 Maret 2009

“Perbedaan di antara umatku adalah rahmat”

Mungkin kalimat di atas sudah tak asing lagi bagi kita. Bahkan banyak diantara kita yang menganggap bahwa perkataan tersebut adalah sebuah hadits, saya pun awalnya juga berangapan demikian. Namun suatu ketika waktu saya mencari-cari artikel tentang hadits di internet, saya ketemu dengan sebuah artikel yang di dalamnya menjelaskan tentang status dan keberadaan perkataan “ikhtilaafu ummaty rahmah” tersebut. Karena penasaran, saya coba baca. Dan saya pun akhirnya terkaget-kaget kalau kalimat yang berbunyi “ikhtilaafu ummaty rahmah” itu bukanlah sebuah hadits.

Berdasarkan artikel tersebut, perkataan itu sama sekali tak ada sumbernya. Para pakar hadits telah berusaha mendapatkan sumbernya dengan meneliti dan menelusuri sanadnya, namun tidak menemukannya. As-Subki mengatakan, “Hadits tersebut tidak dikenal di kalangan para pakar hadits dan saya pun tidak menjumpai sanadnya yang sahih, dha'if, ataupun maudhu'. Pernyataan itu ditegaskan dan disepakati Syeikh Zakaria al-Anshari dalam mengomentari tafsir al-Baidhawi II/92. Di situ ia mengatakan, Dari segi maknanya terasa sangat aneh dan menyalahi apa yang diketahui para ulama peneliti. Ibnu Hazem dalam kitab al Ahkam fi Ushulil Ahkam V/64 menyatakan, Ini bukan hadits. Barangkali ini termasuk sederetan ucapan yang paling merusak dan membawa bencana. Bila perselisihan dan pertentangan itu merupakan rahmat, pastilah kesepakatan dan kerukunan itu merupakan kutukan. Ini tidak mungkin akan diucapkan apalagi diyakini oleh kaum muslim yang berpikir tenang dan teliti. Masalahnya, hanya dua alternatif, yakni bersepakat atau berselisih, yang berarti pula rahmat atau kutukan (kemurkaan).

Menurut penulis artikel tersebut, perkataan tersebut akan berdampak negatif bagi umat Islam dari masa ke masa. Perselisihan yang disebabkan perbedaan antar mazhab benar-benar telah mencapai klimaksnya, bahkan para pengikut mazhab yang fanatik tidak segan-segannya mengafirkan pengikut mazhab lain. Anehnya, jangankan para pengikut mazhab, para pemimpin atau para ulamanya pun yang mengetahui syariat dan ajaran Islam tak seorang pun yang berusaha kembali kepada Al-Qur'an dan As-Sunnah Nabawiyah yang sahih. Padahal, itulah yang diperintahkan oleh para imam mazhab yang mereka ikuti. Imam-imam yang menjadi panutan mereka itu telah dengan tegas berpegang hanya pada Al-Qur'an dan As-Sunnah, ijma, dan qiyas. Karena itulah para imam dengan tegas pula menyatakan secara bersama, Bila hadits itu sahih, maka itulah mazhabku. Dan bila ijtihad atau pendapatku bertentangan dengan Al-Qur'an dan Sunnah yang sahih, ikutilah Qur'an dan Sunnah serta campakkanlah ijtihad dan pendapatku. Itulah mereka.

Karena adanya ucapan itulah, banyak umat Islam setelah masa para imam -- khususnya dewasa ini -- terus berselisih dan berbeda pendapat dalam banyak hal yang menyangkut segi akidah dan amaliah. Kalau saja mereka mau mengenali dan mencari tahu bahwa perselisihan itu buruk dan dikecam Al-Qur'an dan As-Sunnah, pastilah mereka akan segera kembali ke persatuan dan kesatuan. Ringkasnya, perselisihan dan pertentangan itu dikecam oleh syariat dan yang wajib adalah berusaha semaksimal mungkin untuk meniadakan dan menjauhkannya dari umat Islam. Sebab hal itu menjadi penyebab utama melemahnya umat Islam sebagaimana firman Allah berikut yang artinya: “Dan taatlah kepada Allah dan Rasul-Nya dan janganlah kamu berbantah-bantahan, yang menyebabkan kamu menjadi gentar dan hilang kekuatanmu.” (al-Anfal: 46)

Sampai sekarang saya masih belum bisa menyimpulkan, apakah perkataan tersebut memang sebuah hadits atau bukan. Sebab, saya masih sering saja mendengar ‘Ulama lain menyebut perkataan itu disela-sela ceramahnya. Dan yang sangat disayangkan, mereka yang menggunakan perkataan itu sama sekali tak memberikan penjelasan tentang sumber ataupun statusnya. Selain itu, dari dua orang ahli hadits yang saya tanya, keduanya juga sama sekali belum memberikan jawaban terkait hal itu. Tetapi, kata salah seorang guru saya yang lain, perbedaan diantara kaum muslimin itu memang sah-sah saja. Namun hanya sebatas masalah cabang, sedangkan untuk masalah pokok memang tidak diperkenankan. ( saudara-saudaraku, adakah di antara kalian yang mengetahuinya??? )

Oleh karena itu, sebagai muslim sejati sebaiknya kita jangan hanya bertaklid buta (masa bodo, asal ikut, ‘nda tau benar atau salah) terhadap yang disampaikan ‘Ulama kita. Namun juga kita harus aktif mencari, mencari, dan mencari tahu kebenaran tentang apa yang mereka sampaikan. Banyak kitab maupun artikel yang dapat kita gunakan sebagai referensi dalam rangka mencapai kebenaran. Wallaahu a’lam

4 komentar:

  1. Khilafahlah yang akan menyatukan perbedaan!!! Mari kita sama2 memperjuangkannya sesuai dengan metode Rasulullah Saw.

    ----------------------------------------

    ui bikinin juga donk linknya HTI chapter di blog ente!
    http://hti-chapter-iain-antasari.blogspot.com/

    ngemeng2 ente masuk ukm mana? n ada hubungan apa ama bang Fitri aka Revan? Salam kenal dari kami!

    BalasHapus
  2. hai,bagaimana kabar kamu?
    aku punya blog baru.mau tau infonya?
    kunjungi http://f4dlyfri3nds.blogspot.com/2009/03/blog-baru-nih.html

    BalasHapus
  3. woi.

    jgn trllu d porsir z tenaga wn pkrn tu..

    jgn d bw stress.

    akhr2x kna maag.

    akbtx fatal, cuy!!!

    hehe.

    BalasHapus
  4. WOI,WOI,
    ada tulisan mengenai pacaran apa g????

    BalasHapus