Jika ada seratus pejuang kebenaran, Aku salah satunya, Jika ada sepuluh pejuang kebenaran, Aku salah satunya, Jika hanya ada satu pejuang kebenaran, Aku pastikan akulah orangnya

Selasa, 23 Februari 2010

Biasa aja kale…

Subhanallah. Allahuakbar. Ku coba tuk mengikat sedikit rasa sabar sambil mengingat nasihat ummy, “udahlah, manusia itu beda-beda”. Yap tepat, benar sekali! Jika kita mau mengambil hikmah pada setiap kejadian, maka itu pasti kita temukan. Ya, itulah kebesaran Tuhan. Dia tak hanya menciptakan fisik yang beraneka rupa, tapi juga jalan pikiran dan proses berpikir yang berbeda-beda. Kita tak bisa memaksakan seseorang memiliki jalan pikiran yang sama dengan kita. Karena tingkat dan proses pemahaman kita satu sama lain berbeda. Sesuatu yang kita anggap benar, boleh jadi itu keliru di mata orang lain.

Dalam mengemban tugas mulia ini, tak bisa dipungkiri ada saja yang langsung protes atau tidak sependapat dengan yang kita sampaikan. Ya, itu memang suatu hal yang biasa dan memberi warna tersendiri dalam aktifitas dakwah yang dilakukan. Protes mereka kami anggap sebagai bagian dari keberhasilan dakwah kami. Itu artinya, selama ini penyampaian ide yang kami lakukan betul-betul mereka perhatikan dan cerna, tidak hanya manggut, geleng ataupun penunjukkan sikap apatis lainnya.

Walaupun akhirnya mereka berada pada kondisi yang tak kita harapkan, itu adalah bagian dari rencana Allah yang lain. Tugas kita hanya menyampaikan dan memang sekedar menyampaikan. Sebagaimana firman-Nya: “Bukanlah kewajibanmu menjadikan mereka mendapat petunjuk akan tetapi Allah-lah yang memberi petunjuk (memberi taufiq) siapa yang dikehendaki-Nya”. (TQS Al-Baqarah: 272).

Kita sama sekali tak menganggap mereka yang berbeda paham, pandangan, ataupun pemahaman sebagai musuh. Karena hakikatnya, semua muslim adalah bersaudara. Walau hari ini kita tak dapat bersatu dalam perjuangan, tapi aku yakin dan sangat yakin di hari berikutnya persatuan itu bukan lagi hanya sekedar dongeng ataupun mimpi belaka, tapi sebuah keniscayaan.

Senin, 15 Februari 2010

Anak korban sistem kapitalisme


hahahaha... tak disangka, nyenyak banget tidur ni anak, padahal tau gak, kecil-kecil githu dia menanggung utang negara sekitar 7 juta rupiah. huhuhuhuhu...

Asyiknya Ngejomblo


Siapa sih yang gak pengen nikah. Semua orang pengen, termasuk para aktivis dakwah, kecuali yang memang gak normal. Hehe. Tapi, tau gak sih loe, walaupun rukun pernikahan itu sangat mudah, cukup dengan mengadakan calon suami, istri, wali dari pihak perempuan, saksi dan ijab qabul, menjalaninya butuh ilmu dan teknik yang gak mudah untuk dikuasai coy. Wadow, sumpe loe?

Sumpe bro, tapi gw males ah ngejelasinnya. Mendingan loe tanya langsung aja ama yang dah ngejalaninnya, misalnya ortu loe githu. Ok.

Hmm. Siapa sih yang gak sepakat klo nikah itu adalah sebuah kenikmatan, surga dunia deh pokoknya, halal lagi. hehe. Tapi (lo koq ada tapinya lagi seh), ternyata nih ya, Ngejomblo itu gak kalah asyiknya coy. Loe bisa bebas kemana-mana, loe bisa cabut kapan saja loe mau, waktu loe 24 jam hanya untuk loe semata, loe bisa lebih fokus sama studi, loe juga bisa memaksimalkan kontribusi dalam kepengurusan masalah ummat (baca: dakwah), pokok’e loe bisa bebas sebebas-bebasnya deh (tapi masih dalam koridor syara’ ya! inga, inga, ting!_^)

So, gak usah bersedih atau kecewa deh klo untuk sekarang loe belum dikaruniai pasangan hidup, atau pun cinta loe ditolak mentah-mentah ama si dia. Bisa jadi, jodoh loe mank belum sampai, atau Alloh yang Maha Penyayang menyediakan seseorang yang lain, yang memang lebih baik dari si dia. Pokok’e untuk sekarang, positive thinking aja deh ma Alloh, dan jangan khawatir dikatakan gak normal oleh orang-orang jahil karena kita gak punya pacar (emang dalam Islam diajarkan pacaran?! Sori ya, gak ada tuh!) atau belum punya2 pasangan hidup juga mpe sekarang. Tulikan telingamu dari orang-orang jahil itu kawan, dan katakan kepada mereka, “Ngejomblo itu asyik... lagi!” Hehehe…

Selasa, 09 Februari 2010

Valentine’s Day, Momen Penghancuran Generasi Muda Muslim

Sejarah Valentine’s Day, bagai ketiak ular alias tak jelas juntrungannya. The World Book Encyclopedia (1998) mengemukakan banyak versi mengenai hari kasih sayang. Sebagian memahaminya sebagai perayaan lupercalia yang merupakan rangkaian upacara pensucian di masa Romawi kuno (13-18 Februari). Dua hari pertama, dipersembahkan untuk dewi cinta (queen of feverish love) Juno Februata.

Pada hari ini, para pemuda mengundi nama-nama gadis di dalam kotak. Lalu setiap pemuda mengambil nama secara acak dan gadis yang namanya keluar harus menjadi pasangannya selama setahun untuk senang-senang dan obyek hiburan.

Pada 15 Februari, mereka meminta perlindungan dewa Lupercalia dari gangguan srigala. Selama upacara ini, kaum muda melecut orang dengan kulit binatang dan wanita berebut untuk dilecut karena anggapan lecutan itu akan membuat mereka menjadi lebih subur.

Ketika agama Kristen Katolik masuk Roma, mereka mengadopsi upacara ini dan mewarnainya dengan nuansa kristiani, antara lain mengganti nama-nama gadis dengan nama-nama Paus atau Pastur. Diantara pendukungnya adalah Kaisar Konstantine dan Paus Gregory I (The Encyclopedia Britannica: Christianity).

Agar lebih mendekatkan lagi pada ajaran Kristen, pada 496 M Paus Gelasius I menjadikan upacara Romawi Kuno ini menjadi hari perayaan gereja dengan nama Saint Valentines Day untuk menghormati St Valentine yang kebetulan mati pada 14 Februari (The World Book Encyclopedia 1998).

Sementara The Catholic Encyclopedia Vol. XV sub judul St. Valentine menuliskan ada tiga nama Valentine yang mati pada 14 Februari, seorang diantaranya dilukiskan sebagai yang mati pada masa Romawi. Tidak jelas siapa Santo Valentine yang dimaksud.

Yang sudah terang, Valentine’s day mengkampanyekan kebebasan seksual alias perzinahan, mulai dari berduaan hingga esek-esek. Hilangnya keperawanan perempuan pun dianggap sah bila disetorkan pada saat Valentine’s Day kepada pacarnya.

Sebuah jajak pendapat oleh Assumption University pada 2007 mengatakan, sepertiga dari 1.578 gadis usia belasan tahun di Thailand menyatakan bahwa mereka siap berhubungan seks di Hari Valentine bila pacar mereka memintanya.

Survey lain yang dilakukan Universitas Thai terhadap 1.222 pemudi menemukan, 11 persen dari mereka berencana menyerahkan keperawanannya pada malam Valentine (kompascommunity.com, 14/02/07)

Di Indonesia, jajak pendapat semacam itu memang belum ada yang komprehensif. Tapi, kasus per kasus sih sudah bukan rahasia lagi. setidaknya, Valentine’s Day berhubungan erat dengan aktivitas pornoaksi, entah perempuannya masih perawan atau tidak. Indikasinya, lihat saja larisnya kondom dan penginapan atau tempet-tempat pelesiran di kala Valentinan.

Melihat kondisi tersebut, tidak berlebihan jika kita katakan Valetine’s Day menimbulkan bahaya besar yang mengintai para remaja Indonesia, khususnya remaja muslim kita. Mulai dari penularan HIV/AIDS hinga kehamilan tak dikehendaki. Sebab, jika kita sedikit saja mau melirik data yang lebih akurat, bahwa anggapan penggunaan kondom aman tidaklah benar, dengan kata lain kabar tersebut sangat menyesatkan. Karena pada kondom (yang terbuat dari bahan latex) terdapat pori-pori dengan diameter 1/60 mikron dalam keadaan tidak meregang; dalam keadaan meregang lebar pori-pori tersebut mencapai 10 kali. Virus HIV sendiri berdiameter 1/250 mikron. Dengan demikian, virus HIV jelas dengan leluasa dapat menembus pori-pori kondom (laporan konferensi AIDS Asia Pasific di Chiang Mai, Thailand, 1995).

Selain itu, pengidentikan Valentine’s Day dengan coklat juga bukan berarti tak ada motif apa-apa. Ternyata coklat mengandung zat kimia Phenylethylamine dan Seratonin. Keduanya memacu gairah ekstase dan erotis. Efeknya, meningkatkan kegembiraan dan stamina. Karena itu coklat mempunyai reputasi sebagai zat aphrodisiac.

Makanya, di Inggris, tanggal 14 Februari terang-terangan ditasbihkan sebagai The National Impotence Day (hari impoten nasional). Melalui peringatan ini, masyarakat terutama kaum laki-laki diajak untuk menanggulangi ancaman impotensi. Maksudnya jelas, makanlah coklat yang banyak dan lakukanlah aktivitas seksual pada hari kasih sayang. Tak peduli dengan pasangan resmi atau bukan.

Seolah ingin berbagi kabahagiaan, momen Valentine’s Day ini tidak hanya mereka (umat kristiani) kampanyekan di antara sesama mereka saja, tetapi juga merembes ke arah generasi muda muslim kita. Dan dengan gamblangnya tak sedikit dari mereka yang menerima, mengadopsi, serta mengikuti ritual Valentine’s Day itu setiap tahunnya. Na’udzubillah min dzalik.

Melihat sejarah Valentine’s Day di atas, jelas sekali ia bukan berasal dari Islam. Dan sabda Nabi saw.: “barang siapa meniru suatu kaum, maka ia merupakan bagian darinya”. Maukah kita menjadi orang seperti yang disabdakan Nabi saw.? Tentunya tidak bukan?! Lantas, apakah Islam tidak mengajarkan kasih sayang kepada Ummatnya? Salah besar jika kita berangapan demikian. Malah sebaliknya, kasih sayang merupakan bagian yang tak terpisahkan dari kehidupan kaum Muslimin. Kasih sayang tak dibatasi hanya dalam satu hari, satu bulan, ataupun satu tahun, melainkan sepanjang masa. Dalam Islam, kasih sayang tidak hanya diidentikkan dengan pemenuhan naluri seksual semata, namun jauh lebih penting dari itu banyak bentuk kasih sayang yang dapat kita lakukan kepada saudara-saudara kita. Misalnya dengan dakwah, mengajak kepada kabaikan, amar ma’ruf, nahi munkar, dan yang lainnya. Itulah bentuk kasih sayang yang hakiki dalam Islam. Selain mendapat ketenangan di dunia, kelak di akhirat juga akan meraih surga-Nya.

Karena itu, penulis menghimbau kepada generasi muda muslim agar bisa segera bangkit dari tidur panjang kalian selama ini. Secara tidak sadar, kalian telah mengidentitaskan diri kalian sebagai Umat Kristiani sebagaimana sabda Nabi saw. Yang sudah penulis sebutkan di atas tadi. Sadarlah wahai pemuda Islam, bahwa pengkampanyean Valentine’s Day itu merupakan bagian dari agenda penghancuran kalian. Telah jelas Alloh mengabarkan dalam firmannya yang artinya: “Orang-orang Yahudi dan Nasrani tidak akan pernah rela terhadap kamu (Muhammad) hingga kamu mengikuti agama mereka”. Wallohu a’lam.

Tanggulangi Budaya Mengemis Dengan Menerapkan Syari’at Islam

Kejadian siang kemarin (senin) membuat penulis terpikir untuk menceritakan pengalamannya. Kebetulan siang itu penulis sedang mampir ke rumah temannya di Jalan Kelayan B untuk membicarakan beberapa hal. Di sela-sela pembicaraan ternyata ada seorang pengemis lewat dengan menggendong balita di pundaknya, tak berselang lama lewat lagi seorang kakek yang sudah terlihat lemah menadahkan tangannya kepada penjual es campur yang ada di depan rumah teman penulis. Dan kali ini penulis agak takjub karena beberapa menit kemudian muncul lagi seorang kakek yang juga berprofesi sebagai penadah belas kasihan orang lain.

Coba kita perhitungkan bersama, di satu lokasi saja dalam hitungan waktu yang tak berselang lama terdapat tiga orang pengemis yang berbeda. Apalagi jika kita jumlahkan dengan pengemis yang ada di lokasi lain, pastinya akan kita dapati perhitungan yang sangat mencengangkan. Apalagi saat perayaan hari-hari besar Islam maupun non, mereka rame-rame mengidentitaskan diri mereka sebagai pengemis, seolah-olah tak ada kata malu lagi dalam kamus hidup mereka.

Ironis memang, tetapi itulah fakta yang tampak di kota seribu sungai, salah satu kota besar yang ada negeri mayoritas muslim dan terkenal dengan sumber daya alamnya yang melimpah ini. Dan yang lebih memprihatinkan lagi bahwa kebanyakan dari mereka (pengemis) itu adalah beragama Islam. Padahal Islam sama sekali tidak pernah mengajarkan ummatnya untuk meminta-minta, bahkan sebaliknya Islam mengecam dengan mengabarkan siksa yang akan diterima di akhirat kelak bagi orang yang suka meminta-minta.

Satu lagi yang membuat kita miris, bahwa di zaman sekarang mengemis ternyata tidak hanya dilakoni oleh kaum dhu’afa, namun kalangan berada pun turut ambil bagian menjadikan kegiatan mengemis sebagai mata pencaharian mereka. Na’udzubillahi min dzalik.

Penghasilan yang cukup memuaskan itu membuat mereka ketagihan, dan akhirnya menjadi sebuah kebiasaan. Berdasarkan cerita pengalaman dosen penulis, ketika beliau mencoba menanyakan penghasilan pengemis yang saat itu berada dalam satu angkutan umum dengan beliau, pengemis itu tak pikir panjang langsung menyampaikan pendapatan perharinya yakni sekitar tujuh puluh ribu rupiah. Jika kita kalikan 30 hari, maka penghasilan pengemis itu bisa setara dengan gaji seorang PNS golongan menengah setiap bulannya.

Sangat wajar ketika kondisi memprihatinkan ini juga terjadi di kota lain di Indonesia, MUI daerah setempat tak segan-segan menetapkan fatwa haram meminta-minta dan memberlakukan denda bagi yang memberinya. Akankah fatwa ini juga muncul di banua kita?!

Dimunculkan atau tidak. Yang jelas, bagi penulis langkah tersebut bukanlah solusi. Andai sedikit saja pemerintah mau membuka mata hati mereka, bahwa kondisi memprihatinkan itu merupakan koreksi atas pelayanannya kepada rakyat selama ini, maka pemerintah akan sadar bahwa menyalahkan ataupun memberantas para pengemis adalah langkah yang keliru.

Sebab secara tak sadar merekalah yang telah mendidik rakyat seperti itu, akibat kebijakan liberal mereka, jumlah rakyat miskin pun semakin meningkat. Banyak BUMN kita yang sudah diswastanisasi, dikuasai para kapitalis (asing), sementara rakyat hanya mendapatkan ampas (baca: limbah ataupun gas beracun dari perusahaan swasta). Padahal sumber daya alam tersebut seharusnya dikelola oleh negara sepenuhnya untuk kesejahteraan rakyat. Belum lagi, maraknya budaya korupsi. koruptor tak ubahnya seorang perampok, sehingga statusnya pun bisa kita katakan jauh lebih rendah dari seorang pengemis.

Pemerintah yang diharapkan menjadi uswatun hasanah dan pendidik rakyat, malah berlaku sebaliknya. Bahkan sepertinya harapan itu sama sekali tidak akan terwujud jika negeri ini tetap dan masih saja mengadopsi sistem kapitalisme-sekulerisme, yang terbukti memberikan peluang lebar kepada kita semua untuk melakukan maksiat secara sadar maupun tidak. Maka satu-satunya harapan adalah diterapkannya Syari’at Islam secara kaffah dalam bingkai Daulah Khilafah Islamiyah. Khalifah akan melindungi Kekayaan Negara dari imperialisme asing, serta berusaha menjadi uswatun hasanah dan terus-menerus menempa keimanan ummat melalui berbagai cara. Niscaya kesejahteraan ummat manusia layaknya zaman Khalifah Umar bin Abdul Aziz dulu bisa terwujud kembali, juga terpatrinya dengan kuat keimanan kaum muslimin menjadikan mereka tak rela menggadaikannya demi materi ataupun yang sejenisnya. Wallohu’alam.