Jika ada seratus pejuang kebenaran, Aku salah satunya, Jika ada sepuluh pejuang kebenaran, Aku salah satunya, Jika hanya ada satu pejuang kebenaran, Aku pastikan akulah orangnya

Sabtu, 24 Januari 2009

Thanks so much

Teringat akan sebuah nasihat yang telah disampaikan Imam Malik kepada Khalifah Harun ar-Rasyid yang berbunyi sebagai berikut:
Wahai Amirul Mu’minin ! Bersyukurlah kepada manusia atas segala kebaikan yang diberikan pada anda. Balaslah perbuatan baik mereka sebisa mungkin. Karena saya mendengar Rasulullah saw. bersabda, “Barang siapa yang tidak bisa bersyukur(berterima kasih) kepada manusia, maka ia tidak akan bisa bersyukur kepada Allah.”

Karena itulah, di dalam tulisan kali ini saya ingin memuat ungkapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada seluruh pihak yang telah berjasa dan berpartisipasi dalam kehidupan saya.
Untuk yang pertama, ungkapan terima kasih, salam penghormatan dan salam sayang yang tak terhingga saya sampaikan kepada Ayah dan Ibu tercinta yang telah mengerahkan segala kemampuan bahkan mempertaruhkan jiwa serta raga demi kebahagiaan hidup ananda. Yang kedua, ungkapan terima kasih dan salam sayang saya kepada kanda Aan Rahman dan Erpan Riansyah yang slama ini juga telah berjasa dalam memenuhi kebahagiaan hidup adinda. Yang ketiga, ungkapan terima kasih yang sangat kepada hamba-hamba Allah yang telah menjadi jalan penyampai ilmu kepada saya, sehingga hidup saya menjadi terarah, diantaranya Ibu Juraidah, Ibu Salmah, Ibu Dayah, Ibu Diyah, Ibu Syamsuriyah, Ibu Imar, Ibu Atus, Bpk. Sabri, Bpk. Sayuti, Bpk. A’am, Bpk. Ikip, Ibu Hafifah, Ibu Baratun, Ibu Husnul, Bpk. Suri, Ibu Nursinah, Bpk. Rasyidi, Ibu Hj. Fatimah, Ibu Sifa, Ibu Jubai, Bpk. Nuh, Ibu Rini, Ibu Dalilah, Ibu mu’minah, Ibu Masliani, Ibu Hj. Arbainah, Ibu Amel, Ibu Endah, Bpk. Hasan, Bpk. Nurdin, Bpk. Anwar, Bpk. Karli, Ibu Nurlin, Bpk. Burhan, Bpk. Effendi, Bpk. Ma’mur, Bpk. Fahmi Z, Bpk. Fah-Ri, dan masih banyak yang lainnya. Yang keempat, ungkapan terima kasih banyak untuk semua sahabat saya khususnya buat Mardhiyah, Nisa, Nana, Mulia, dan Hayatun yang selama ini telah suka rela menjadi bagian dari hidup saya. Yang kelima, ungkapan terima kasih dan salam penghormatan kepada Ayahanda Syekh Taqiyuddin An-Nabhani(rahimahullah) yang telah menjadi jalan ananda dalam mengenal islam, serta akhwat sekalian yang telah memberikan kesempatan kepada saya untuk ikut berjuang bersama-sama demi menegakkan kemuliaan Islam dan Kaum Muslimin.

Berhubung sangat tak memungkinkan untuk menyebutkan satu persatu orang-orang yang telah berpartisipasi dalam hidup saya, maka semuanya akan saya serahkan kepada Sang Pemilik untuk memberikan ganjaran yang setimpal dan bermohon juga agar kelak kami dipertemukan kembali di dalam Surga-Mu nanti bersama para Nabi dan Rasul. Allahumma Amin.

Finally…
I wanna say, “Yaa Allah…Yaa Rasulallah…Thanks So Much”

Wajib mengangkat seorang pemimpin

Dewasa ini saya sering mendengar anggapan bahwa bangsa kita sedang mengalami krisis pemimpin yang benar-benar berjiwa pemimpin. Menurut saya anggapan ini tak sepenuhnya benar, sebab jika kita mau mencari kita akan menemukan banyak pemimpin yang memenuhi kriteria kepemimpinannya. Anggapan keliru ini muncul ketika sang pemimpin tak sanggup memenuhi kesejahteraan rakyatnya hingga menghantarkan kepada kemiskinan, kelaparan, dan pengangguran yang tak terkontrol lagi. Terlebih disaat rakyat tahu bahwa pemimpin mereka telah melakukan pembunuhan secara tak langsung atau yang biasa kita sebut dengan istilah korupsi. Melihat kondisi yang memprihatinkan ini wajarlah jika ada segelintir orang yang beranggapan bahwa sebenarnya pemimpinlah yang membutuhkan rakyat, bukannya rakyat yang membutuhkan pemimpin. Sebab pemimpin dinilai hanya ingin mengambil keuntungan dibalik dukungan rakyat terhadap dirinya. Bahkan tak pikir panjang lagi, ada diantara mereka yang langsung menyimpulkan bahwa rakyat tak butuh pemimpin.

Penjatuhan vonis terhadap pemimpin atas kondisi rakyat sekarang ini sangatlah keliru. Sebab jika kita bersikap lebih arif lagi maka kita akan menemukan inti yang menjadi sumber dari munculnya berbagai persoalan yaitu sistem. Sistem yang kita anut untuk saat ini adalah sistem buatan manusia yang sama sekali tidak sesuai dengan fitrah kita. Itulah yang sebenarnya patut kita permasalahkan disini, bukannya malah terus-terusan memvonis tanpa tahu fakta sebenarnya. Bahkan pensyari’atan tentang pengangkatan pemimpin sudah disampaikan Rasulullah saw yang artinya, “…Tidak halal bagi tiga orang yang berada di bumi yang lapang kecuali mereka mengangkat salah seorang dari mereka sebagai pemimpin atas mereka…” (HR Ahmad).

Jika kita tinjau kembali hadits Rasulullah saw diatas kita akan temukan pengertian bahwa pengangkatan seorang pemimpin dalam kumpulan tiga orang saja disyari’atkan, apalagi sekumpulan yang lebih banyak dari itu. Pastinya pengangkatan pemimpin akan lebih utama dan urgen untuk dilaksanakan. Adapun alasan Rasulullah saw mensyari’atkan hal ini tidak lain agar urusan-urusan mereka terhimpun, pendapat mereka tidak tercerai-berai dan tidak terjadi perbedaan diantara mereka. Sungguh satu hal yang sangat menguntungkan jika kita mau merenungkannya.

Tak dipungkiri lagi bahwa umat Islam memang benar-benar membutuhkan seorang pemimpin. Dan pemimpin yang diangkat itu hanya satu, tidak boleh lebih. Adapun pemimpin bagi umat Islam ialah Imam, khalifah atau Amirul Mu’minin sebagaimana yang telah ditetapkan oleh Ijma’ sahabat. Namun untuk saat ini kita memang belum mempunyai seorang khalifah yang dapat menyatukan kaum muslimin dalam satu naungan daulah khilafah demi tercapainya rahmatan lil ‘aalamin. Sehingga wajarlah jika kita terus-terusan mengeluh akan kondisi umat sekarang ini. Namun ada satu hal yang harus dicatat oleh kita bersama, jadikanlah keluhan-keluhan itu sebagai motivasi untuk menegakkan kembali daulah khilafah dalam rangka menunaikan kewajiban kita sebagai hamba Allah yang bertaqwa. Wallahu a’lam

Pakaian Muslimah

Akhir-akhir ini banyak sekali kita jumpai kaum muslimah, baik remaja maupun dewasa mengenakan pakaian dengan berbagai warna, corak dan model. Jika kita cermati, tidak semua orang Islam memiliki pandangan yang jelas tentang pakaian muslimah. Faktanya, banyak wanita yang menggunakan kerudung hanya menutupi rambut saja, sedangkan leher dan sebagian lengan masih tampak. Ada juga yang berkerudung tetapi tetap memakai busana yang ketat, sehingga lekuk tubuhnya tampak. Dan yang lebih menyedihkan lagi adalah ada sebagian kalangan yang masih ragu terhadap pensyari’atan Islam tentang pakaian muslimah.

Di samping itu, masih banyak juga yang memahami secara rancu pengertian antara kerudung dan jilbab. Tidak sedikit yang menganggap bahwa jilbab adalah kerudung dan sebaliknya. Padahal jilbab dan kerudung adalah dua perkara yang berbeda. Perbedaan itu dapat kita temukan di dalam Firman Allah SWT berikut: “…hendaklah mereka menahan pandangannya dan memelihara kehormatannya, janganlah mereka menampakkan perhiasannya kecuali yang (biasa) tampak padanya. Wajib atas mereka menutupkan kain kerudung ke dadanya….” (QS An-Nur [24]: 31). Dan Firman Allah SWT yang lain: “Hai Nabi katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu dan istri-istri orang beriman, hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka, yang demikian itu agar mereka lebih mudah untuk dikenal dan supaya mereka tidak diganggu, dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS Al-Ahzab:59).

Kedua ayat diatas memang agaknya bernada sama. Namun jika kita mau mencermati akan nampak sebuah perbedaan, karena keduanya memunculkan dua perintah yang berbeda. Ayat yang satu memerintahkan untuk memakai khimar(kerudung) dan yang lainnya memerintahkan untuk memakai jilbab. Yang menjadi permasalahan disini adalah tentang kerancuan sebagian kaum muslimin dalam menafsirkan jilbab. Padahal jika kita mau sedikit saja melirik kepada footnote yang terdapat di al-Quran terjemah maka akan kita temui pengertian bahwa jilbab adalah sejenis baju kurung yang lapang yang dapat menutup kepala, muka dan dada. Dan seandainya kita masih ragu dengan tafsiran itu, silahkan saja buka kamus bahasa Arab Munjid yang pengertiannya kurang lebih begini, jilbab adalah baju panjang yang berbentuk terowongan(tanpa penggalan dan tanpa belahan disamping kanan kiri) atau yang sekarang ini lebih kita kenal dengan istilah jubah.

Namun yang perlu kita perhatikan bahwa pakaian ini hanya berlaku bagi wanita pada kehidupan umumnya. Karena dalam kesehariannya, wanita tidak menutup kemungkinan untuk keluar rumah memenuhi hajatnya, seperti ke pasar, ke mesjid, ke sekolah, ke kampus, ke rumah keluarga dan kerabatnya, dll. Kondisi ini memungkinkan terjadinya interaksi atau pertemuan dengan laki-laki, dan Islam telah menetapkan bahwa ketika seorang wanita keluar rumah, ia harus mengenakan khimar (kerudung) dan jilbab. Sedangkan pada kehidupan khusus/ di dalam rumah ia tetap diperbolehkan memakai pakaian rumah sebagaimana lazimnya.

Sungguh, jika kita mau sedikit saja berpikir bahwa pensyari’atan ini menunjukkan betapa sempurnanya Islam. Betapa pedulinya Islam dalam menjaga kehormatan seorang muslimah. Oleh karena itu kita patut bersyukur atas karunia ini dengan melaksanakan pensyari’atan-Nya dengan penuh keikhlasan dan rasa bangga, jangan malah kita meninggalkan atau mengebiri perintah mulia tersebut. Akhir kata untuk kawan-kawan perempuanku semuanya, mari kita bersama-sama menjadi muslimah sejati dengan mulai mamakai pakaian yang disyari’atkan-Nya. Wallahu a’lam

Bahaya Islam Liberal

Mungkin kebanyakan kita sudah sering mendengar istilah Islam liberal, namun tak semuanya paham dan mengerti betul bagaimana eksistensi yang selama ini dijalankannya. Untuk itu pada kesempatan ini saya tertarik menguraikannya secara singkat berdasarkan artikel panjang tulisan Hartono Ahmad Jaiz (http://www.kautsar.co.id) yang telah saya baca.

Sebelumnya saya pernah mengira bahwa Islam liberal merupakan nama salah satu kelompok Islam, namun setelah membaca artikel tersebut sedikitrnya saya tahu ternyata perkiraan saya keliru. Islam liberal hanyalah sebuah pengkategorian yang dipakai untuk mereka yang secara umum dianggap sebagai orang-orang yang mengadakan pemahaman-pemahaman baru yang tak sesuai dengan Al-Qur’an dan As-Sunnah, dalam arti mengakomodasi Barat ataupun adat sesuai selera tanpa memperhatikan landasan Islam, atau lebih sering lagi kita sebut mereka sebagai orang-orang yang nyeleneh(aneh). Walaupun telah jelas kebusukannya, banyak diantara tokoh-tokoh Islam terkemuka yang menganggap mereka itu sebagai mujaddid(pembaharu) setarap dengan mujtahid. Pengangkatan dan penempatan secara tidak sah itu justru disahkan dengan cara diajarkan di perguruan-perguruan tinggi Islam baik negeri maupun swasta se-Indonesia, bahkan kemungkinan sedunia, terutama studi Islam di Barat. Bukan sekadar sampai tingkat sarjana namun sampai tingkat pasca sarjananya.

Jika kita tilik kembali asal usul keberadaannya maka awal munculnya perjalanan tokoh-tokoh Islam liberal dimulai sejak abad 18, oleh Syah Waliyullah (India, 1703-1762) seorang salafi yang sangat kental dengan tradisi Islam adatnya saat itu, karena itu dialah yang dianggap sebagai cikal bakal Islam liberal. Sedangkan untuk tokoh-tokoh abad terakhir ini kebanyakannya adalah para alumni Harvad dan Berkeley. Dan yang perlu kita ketahui betul bahwa untuk beberapa tahun terakhir ini Islam liberal di Indonesia sudah sampai pada pemahaman pluralisme, menganggap semua agama itu sama atau paralel, semua menuju keselamatan, dan tidak boleh memandang agama orang lain dengan agama yang kita peluk. Dan bahkan masih banyak lagi pemutarbalikan istilah-istilah dan pemikiran-pemikiran yang slama ini sudah lazim kita yakini. Sungguh, ini satu hal yang sangat mengerikan jika terus berlanjut dan dibiarkan begitu saja.

Kekhawatiran yang sangat janganlah lantas membuat kita merasa enggan mencari tahu tentang hal-hal yang berbau Islam liberal. Justru sikap kritislah yang sebaiknya kita ambil, sehingga paling tidak sedikit banyaknya kita dapat membantu meminimalisir mengalirnya pemikiran-pemikiran itu di masyarakat kita. Adapun beberapa kelemahan pokok yang dapat kita jadikan sebagai rujukan dalam rangka merobohkan pemikiran-pemikiran tersebut antara lain bahwa mereka: (1) Tidak punya landasan/ dalil yang benar; (2) Tidak punya paradigma(daftar contoh perubahan) ilmiah yang bisa dipertanggung jawabkan; (3) Tidak mengakui realita yang tampak nyata; (4) Tidak mengakui sejarah yang benar adanya; (5) Tidak punya rujukan yang bisa dipertanggung jawabkan, baik dari segi metode keilmuan maupun dari segi tinjauan keyakinan atau teologis.

Adapun diantara tokoh Islam liberal di Indonesia antara lain Nurcholish Madjid, Universitas Paramadina Mulya, Jakarta; Azyumardi Azra, IAIN Syarif Hidayatullah, Jakarta; Goenawan Mohammad, Majalah Tempo, Jakarta; Jalaluddin Rahmat, Yayasan Muthahhari, Bandung; Nasaruddin Umar, IAIN Syarif Hidayatullah, Jakarta; Komaruddin Hidayat, Yayasan Paramadina, Jakarta; Said Agil Siraj, PBNU (Pengurus Besar Nahdlatul Ulama), Jakarta; Rizal Mallarangeng, CSIS, Jakarta; Syamsurizal Panggabean, Universitas Gajahmada, Yogyakarta; Ulil Abshar Abdalla, Lakpesdam-NU, Jakarta; Luthfi Assyaukanie, Universitas Paramadina Mulya, Jakarta; dan masih banyak tokoh Islam liberal yang lainnya.

Dari pemaparan singkat di atas setidaknya kita telah memahami bahwa Islam liberal menawarkan pemahaman model-model yang tidak sinkron dengan ilmu, kenyataan hidup, sejarah yang benar, dan bahkan tidak pakai dalil al-Qur’an, as-Sunnah, dan Ijma’, serta pemahamannya tidak merujuk kepada pemahaman umat terbaik yakni tiga generasi awal Islam(sahabat, tabi’in dan tabi’it tabi’in), maka dari itulah jelas jauh dari kebenaran. Baik itu kebenaran secara ilmu, realita, maupun secara paradigma ilmu Islam. Maka sudah selayaknyalah umat Islam hati-hati dan waspada terhadap bahaya pemahaman Islam liberal itu. Dan kalaupun mampu alangkah baiknya kita mengadakan pengadilan terhadap pemahaman mereka, dan menentukan keputusan sesuai dengan hukum Islam yang benar. wallahu a’lam.

Jauhi Sifat Malas !

Apa itu malas? Nama manusia, nama hewan, nama tumbuh-tumbuhan ataukah nama makanan? Hehe…saya kira kawan-kawan sudah tahu betul dengan yang namanya malas, mungkin ada yang sudah berteman lama atau bahkan akrab sekali dengannya. Udah, ngaku az bro...!!! untuk lebih mengenalnya lagi, mari kita tilik bersama-sama pengertiannya. Yuuuuk!!!!

Malas adalah salah satu sifat yang senantiasa menggejala didalam setiap diri manusia, ia merupakan gejala psikologi(kejiwaan) yang dapat dilihat secara nyata dalam bentuk sikap dan perbuatan. Bila sifat malas ini menjadi bagian dari kehidupan seseorang, maka orang itu merasa berat sekali untuk melakukan suatu pekerjaan. Mau berbuat kecuali dengan paksaan. Pekerjaan yang dikerjakan secara terpaksa akan menghasilkan hasil pekerjan yang kurang memuaskan. Hasilnya jelek, akibat kehilangan semangat ketika melakukan sesuatu.

Malas adalah suatu sifat yang tercela, ia merupakan musuh yang nyata-nyata menyeret seseorang ke jurang kegagalan. Kegagalan adalah suatu kata yang menyedihkan. Hati terasa sakit bila menemui kegagalan dalam menghasilkan suatu pekerjaan. Oleh karena itu, malas harus dibasmi dari dalam diri agar melahirkan kepribadian yang kreatif dan produktif.

Eitz, ternyata malas itu bukan nama manusia, hewan, tumbuh-tumbuhan ataupun makanan. Dia bagaikan sesosok monster yang sangat menyeramkan namun tak berwujud, dia siap menyerang kapan saja manusia lengah, dia tidak memilih-milih apakah manusia itu anak-anak, remaja, atau orang dewasa sekalipun. Tapi yang membuat saya bingung, kenapa sampai detik ini masih banyak diantara kita yang menjadikannya sebagai teman, padahal sangat jelas kalau malas adalah musuh yang nyata bagi manusia.

Sebagai seorang pelajar atau mahasiswa, kita harus menyadari bahwa hanya dengan kreatifitaslah akan melahirkan produktifitas. Belajar memerlukan kreatifitas. Katanya sih, orang yang kreatif itu akan jauh dari sifat ketergantungan dengan orang lain, baik teman, guru, atau orang tua. Dan kalaupun ada ketergantungan, akan relatif kecil. Hal ini adalah wajar, sebab tidak ada seorang pun yang dapat melepaskan diri dari sifat ketergantungan. Karena pada hakikatnya manusia itu adalah makhluk sosial.

Kegagalan studi pelajar atau mahasiswa sebagai salah satu penyebabnya adalah karena faktor malas untuk belajar. Sejumlah buku malas untuk dibaca, hanya dibiarkan berserakan menghiasi rak buku atau meja belajar. Pekerjaan rumah atau pekerjaan lainnya bertumpuk-tumpuk menghiasi buku agenda kegiatan studi, akibat penyelesaiannya ditunda hingga menjelang hari ujian.

Sekiranya ingin menjauhi sifat malas , maka salah satu caranya adalah jauhkanlah sifat suka “nyontek” hasil pekerjaan orang lain atau nyontek dari catatan yang sengaja dibuat dirumah menjelang hari ujian. Tanamkan pada diri sendiri bahwa belajar hanya untuk mendapatkan ilmu, bukan nilai yang hakiki(yang sebenarnya). Sedangkan belajar karena untuk mendapatkan nilai yang tinggi biasanya(terkadang) mengusahakan upaya-upaya lewat jalur yang kurang baik, yaitu melepas kejujuran dengan merangkul kemunafikan. Ingatlah, nilai dalam bentuk angka-angka didalam rapor atau KHS(Kartu Hasil Studi) bukanlah simbol kedalaman dan keluasan ilmu seorang pelajar atau mahasiswa. Siapa tahu bahwa nilai itu telah disulap dengan kekuatan kebijaksanaanm, perasaan guru/dosen, atau hasil dari akibat pekerjaan nyontek dari catatan yang telah disiapkan dalam kertas ukuran kecil. Soal nyontek atau tidak, guru/dosen tidak tahu atau tidak mau tahu, yang penting jawaban atas soal telah diperiksa dan itulah hasilnya. Bila kasihan diangkat nilainya, bila tidak dibiarkan.

Gambaran diatas hanyalah suatu kasus, tidak seluruhnya benar. Tidak salah bila niat untuk mendapatkan nilai yang tinggi dijadikan sebagai alat untuk membuang jauh-jauh sifat malas dari dalam diri. Sehingga giat membaca buku atau literatur, baik buku wajib maupun penunjang. Niat untuk mendapatkan nilai(prestasi belajar) yang tinggi itulah yang dapat membantu meningkatkan konsentrasi dalam belajar. Dengan demikian , nilai adalah alat motivasi ekstrinsik, yaitu dorongan yang berasal dari luar diri. (dikutip dari buku “Rahasia Sukses Belajar” yang ditulis oleh Drs. Syaiful Bahri Djamarah).

100% saya setuju dan mendukung apa yang dikatakan beliau diatas. Walaupun pada faktanya saya belum bisa kreatif (buktinya saya nyontek tulisan beliau) hehe.... Tapi yang jelas, sedikit demi sedikit saya akan terus berusaha berubah dalam rangka menuju kearah yang lebih baik. Sukses di dunia, sukses di akhirat, gapai ridla-Nya. Itulah mungkin tujuan kita semua. Wallahu a’lam.

Selasa, 20 Januari 2009

Aku hanyalah manusia biasa

Pada malam kedua puluh tujuh di bulan Ramadlan tahun 1410 H bertepatan dengan 21 April 1990 pukul 20.41 wita lahirlah aku ke dunia yang fana ini dengan tangisan yang kencang dan kesedihan yang mendalam. Namun entah kenapa, kesedihanku itu ternyata menjadikan mereka gembira, tertawa dan bersuka cita. Hingga akhirnya mereka memberiku nama Najima Fitria, nama yang sangat bagus dan mempunyai kesan serta makna tersendiri di dalamnya. Alhamdulillah adalah kalimat yang sangat pantas untuk ku ucapkan atas karunia yang diberikan-Nya.

Tumbuh dalam keluarga sederhana menjadikanku lebih banyak belajar tentang makna dan hakikat hidup, walaupun dapat dibilang sampai sekarang aku masih belum bisa bersikap dewasa sebagaimana orang lain yang seusia denganku. Tapi aku yakin, suatu saat nanti kedewasaanku akan timbul dengan sendirinya. Namun itu semua tak lepas dari kesungguhanku untuk terus dan banyak belajar dari orang-orang sekitar, terutama dari Ayah, Ibu dan kedua kakakku.

Ayahku adalah seorang teknisi jam yang handal dan ulet, beliau bekerja siang dan malam demi menafkahi keluarga. Walaupun sering terlihat kelelahan, namun sedikitpun aku tak pernah melihat dan mendengar beliau berkeluh kesah. Adapun Ibu, dialah yang senantiasa mendampingi Ayah, dialah yang senantiasa memberikan kesejukan dalam keluarga, dialah yang menjadikan rumah sederhana bagaikan surga. Pribadi Ibu yang cerewet terkadang membuatku merasa jengkel dan kurang nyaman. Namun itu tak berlangsung lama, karena aku sudah mulai mengerti bahwa kecerewetannya itu merupakan bukti akan kasih sayangnya yang begitu besar kepada kami semua. Dan bagi kedua kakakku, kedewasaan mereka dalam bersikap, menjadikanku harus belajar banyak dari mereka berdua tentang segala hal. Pokoknya, aku bangga dengan mereka semua.

Aku hanyalah manusia biasa, aku makan, istirahat, tidur, belajar dan melakukan aktifitas lainnya. Aku memang belum bisa lepas dari tanggungan orang tua, uang makan, belanja dan pendidikan semuanya pemberian mereka. Namun itu semua tak membuatku menjadi rendah diri. Karena bagiku, ini merupakan perwujudan kasih sayang Tuhan kepada mereka melalui aku. Tiap tetes keringat yang keluar pada saat ku mengayuh sepeda menuju majlis ilmu menjadikan jalan mereka semakin lebar untuk menuju surga dalam rangka berjumpa dengan-Nya.

Di sini, di blog ini, tak ada niat lain selain ingin belajar menulis, berkarya, dan menjadi manusia yang berguna. Apa pun yang dapat aku tulis, akan ku tulis. Apa pun yang dapat aku persembahkan, akan ku persembahkan. Apa pun yang dapat aku sampaikan, akan ku sampaikan. Tentunya semua itu tak lepas dari satu tujuan yaitu demi tegaknya kemulian Islam dan Kaum Muslimin, semoga Allah SWT selalu membimbing kita semua dalam perjalanan menuju ridla-Nya. Terakhir, ingin ku sampaikan maaf terlebih dahulu kalau sekiranya di dalam tulisanku nanti ada kata-kata atau kalimat-kalimat yang mungkin dapat membuat pengunjung sekalian merasa tidak nyaman. Mohon dimaklumi saja, karena aku hanyalah manusia biasa.

Ku merindukanmu

Selama aku…
masih bisa bernafas,
masih sanggup berjalan,
ku ‘kan slalu memujamu.

Meski ku tak tahu lagi…
engkau ada dimana,
dengarkan aku,
ku merindukanmu.

Sepenggalan lirik lagu berjudul “merindukanmu” yang dibawakan oleh grup band d’masiv itu sangatlah pantas kita tujukan kepada baginda saw. yang telah membawakan risalah mulia kepada kita umatnya dengan perjuangan dan pengorbanan yang tiada tara. Karena beliau adalah seutama-utama manusia yang tiada dapat kita menemukan kekurangannya.

Oleh karena itulah disini saya akan mencantumkan sepenggalan pendiskripsian tentang pribadi baginda saw. yang telah ditulis oleh al-Habib al-Imam al-Allamah Ali bin Muhammad bin Husain al-Habsyi. Berikut ini:

Beliau seorang berperawakan sedang. Warna kulitnya putih kemerah-merahan. Dahinya lebar serasi. Panjang rambutnya sampai batas telinga. Kedua lengan kaki serta persendian semuanya dalam bentuk dan ukuran yang sempurna. Mantap dalam keseluruhan keindahan serta keserasian sifat-sifatnya. Tiada seorang pun yang menyamainya dalam kesempurnaan penglihatan, pendengaran ataupun ucapannya.

Sederhana perangainya. Singkat dan padat kalimat yang diucapkannya. Bila si miskin memanggilnya, Ia selalu tanggap memenuhinya segera. Dirinya bagai ayah penuh kasih sayang. Untuk si yatim piatu atau janda yang lemah. Rendah hatinya namun amat kuat wibawanya, membuat orang paling kuat pun bergemetaran berhadapan dengannya. Tiap jalan yang dilaluinya, ataupun rumah yang dikunjunginya menjadi semerbak harum baunya. Sebutan tentang pribadinya mewangikan tiap majlis dan pertemuan.

Sepenggalan pendiskripsian di atas kiranya dapat mewakilkan tentang betapa agungnya pribadi baginda saw. Yang dapat membuat kita sangat ingin dan rindu berjumpa dengannya, sekalipun kita tak pernah bersuah. Namun satu hal yang tak boleh terlupakan bahwa kerinduan yang ada pada kita itu timbul semata-mata karena dorongan keimanan akan keberadaannya dan keberadaan Sang Pencipta-Nya.

Untuk itu, demi seutama-utama insan yang Kau ciptakan, aku bersaksi bahwasanya tidak ada Tuhan yang berhak disembah selain daripada-Mu dan aku bersaksi bahwasanya Muhammad saw adalah hamba-Mu yang benar dalam ucapan dan perbuatannya. Dan menyampaikan atas nama-Mu apa yang harus disampaikan kepada Umatnya tentang yang Engkau wajibkan atau dianjurkan untuk melakukannya.

Terakhir, aku mohon limpahkanlah shalawat dan salam yang terbesar dan mencakup segalanya teramat suci, luas jangkauannya, atas diri insan terpuji yang dengan seksama memenuhi kewajiban perhambaan pada-Mu, dengan menyandang segala sifat sempurna, dan bersungguh-sungguh dalam berbakti serta menghadapkan diri pada-Mu dengan sebaik dan sesempurna cara. Allaahumma Aamiin
Wallau a’lam.

Ajari aku mencintai-Mu

Aku hidup, bukan untuk menuju kematian
Aku hidup, bukan untuk meraih keduniawian
Aku hidup, hanya untuk satu tujuan
Aku hidup, untuk menggapai cinta-Mu wahai Sang Pujaan

Nafas hidup, sempurnanya fisik, tercukupinya kebutuhan, kebahagiaan yang tiada henti, dan kenikmatan hidup lainnya yang tak terhingga merupakan bukti betapa cintanya Engkau kepadaku. Bahkan aku yakin, cinta-Mu kepadaku melebihi akan cinta seorang ibu kepada anaknya. Karena Engkaulah Sang Pemilik cinta sekaligus sebagai pecinta yang tak henti mencinta siapa saja yang ingin Kau cinta.

Boleh jadi Kau memang sangat mencintaiku.
Tapi, apakah aku sudah membalas cinta-Mu?
Tuhan, aku tahu cinta-Mu kepadaku adalah cinta “walaupun”, bukan “karena”. Namun alangkah indahnya jika aku tetap memohon ampun kepada-Mu karena belum bisa mencintai-Mu sepenuh hatiku. Ampuni aku karena lebih banyak mengumbar cinta kepada makhluk-Mu. Hingga akhirnya aku bingung dimana harus menempatkan cinta untuk-Mu.

Kecintaan-Mu yang begitu besar, Kau tunjukkan dengan pengabdiaan-Mu kepadaku yang tiada henti, hingga seakan-akan tak ada makhluk lain yang dapat Kau cinta. Tapi, ada satu hal yang membuatku malu bahkan sangat malu kepada-Mu. Pengabdianku kepada-Mu tak sebesar pengabdian-Mu kepadaku. Aku menyembahmu, tapi seakan-akan ada Tuhan lain yang juga ku sembah. Tuhan, aku tahu kalau rasa malu dan bersalah yang ada dalam diriku takkan ada apa-apanya di hadapan-Mu tanpa sebuah tindakan nyata yang dapat merubah semua itu.

Tuhan, aku pernah bertanya kepada seorang mu’allim tentang bagaimana cara mencintai-Mu. Katanya, untuk mencapai tingkat mahabbah aku harus melalui ma’rifat terlebih dahulu. Dan ma’rifat itu hanya bisa ku capai jika ada seorang mursyid yang membimbingku.

Tuhan, ku ingin bertanya kepada-Mu, benarkah yang dikatakan mu’allim itu? Benarkah kalau aku harus punya mursyid dulu baru bisa mengenal-Mu? Kalaupun itu benar, aku tidak akan bersedih karena sampai sekarang masih belum menemukan mursyid itu. Aku tidak pantas bersedih karena ada Engkau yang selalu bersamaku, ada Engkau yang senantiasa membimbingku, ada Engkau yang senantiasa menunjukkan jalan-Mu padaku.

Aku yakin, Engkaulah yang sebenarnya paling tahu segala hal tentang-Mu. Aku yakin, Engkaulah yang pantas dianggap sebagai zat yang paling mengenal segala tentang-Mu. Untuk itu, aku ingin mengajukan satu permohonan kepada-Mu. Tuhan, ajari aku mencintai-Mu.